*Prolog*
Sometimes,
I feel exhausted.
Sometimes,
I feel lonely.
And
sometimes, I feel empty.
But
sometimes, isn’t always.
Menjadi kepala divisi suatu
acara memang bukan hal baru bagi saya. At least, saya mulai belajar
menginisiasi program-program acara sekolah maupun antar sekolah sejak menjadi
bagian dari OSIS dan ROHIS di SMAN 3 Slawi. Saya harus menjalankan serangkaian
program baik program-program lama maupun program baru yang saya usung. At
first, it was a compulsion. Merasa lelah, sepi, dan kosong. Tapi ketika saya ditunjuk menjadi ketua
pelaksana acara Peringatan Hari Kartini, it became a blessing.
Saya masih ingat jelas momen
ketika saya harus memaparkan rangkaian acara Peringatan Hari Kartini yang
benar-benar baru kepada Pembina OSIS saya dulu. Acara yang biasanya selama ini
diisi dengan lomba-lomba seperti futsal, saya ganti dengan acara yang jauh
berbeda. It simply because I love making
innovations. Apalagi ketika respon teman-teman yang luar biasa antusias
pada saat hari H tiba.
Aktivitas semacam itu terus berlanjut
ketika saya menjadi bagian dari Event and Festival UKM Sinematografi. Hingga
akhir tahun 2016, sebagian besar tanggung jawab saya adalah menyelenggarakan
acara-acara baik internal maupun eksternal. Sampai akhirnya saya memutuskan
untuk berhenti menjadi anggota aktif di sini dan melanjutkan aktivitas di
keluarga baru saya, Paguyuban Scholars
Baituzzakah Pertamina.
Sebagai Koordinator Kampus UI,
saya tidak bisa melakukan banyak hal. Keterbatasan waktu yang harus saya bagi
sana sini membuat saya merasa kecewa karena tidak optimal melakukan dua hal
yang saya cintai : managing people and
managing an event. Kemudian pada suatu kali, Bang Fadly menawarkan posisi
Kepala Divisi Acara Scholars Bazma Gathering 2018 pada saya. At some moment, I feel that I knew nothing.
Clueless. I didn’t know what the elders want and… yeah. I just didn’t have any
ideas.
Dalam hati saya ingin menolak
tawaran menjadi Kadiv tersebut, because
of some reasons. Tapi saya pikirkan kembali, berulang kali. Saya tidak
sampai hati untuk duduk manis dan berpangku tangan di acara tahunan ini. Saya
terlalu sayang untuk tidak membantu Tomo menyukseskan acara gathering. Lagi, saya terlalu cinta
untuk tidak melakukan apapun untuk Bazma.
And
finally I said, yes. I joined the team.
Kami mulai running dari bulan November. Dari satu meja rapat ke rapat yang
lain. Dari Depok-Tegal-Depok-Tegal. Dari diskusi langsung sampai rapat online
rutin. Dari konsep A-Z. Dari rangkaian acara ini anu eta. Dari ngobrol serius
sampai cekikikan. Dari yang sempet gendutan sampai kurus kerempeng lagi. Dinamis.
Kita berubah dan menjadi perubahan.
We’re
changes we’re looking for.
We’re
changes we’re waiting for.
Sampai beberapa hari menjelang
9 Maret 2018, kami masih melakukan beberapa penyesuaian. Ketika ada perubahan
mendesak, saya harus gelar lapak untuk diskusi singkat dengan teman-teman, kemudian
memutuskan perubahan. Memastikan beberapa hal siap untuk hari H seperti yang
sudah direncanakan. Minta tolong sana sini untuk membuat acara gathering yang “daging”
dan “amazing” meskipun berakhir “garing”.
Mulai dari dresscode baju
putih, yang tak lain agar kami mengenali peserta. Mengubah konsep sesi
perkenalan karena waktu yang terbatas untuk semua kelompok meneriakkan yel-yel
meski sudah dipersiapkan. Menyajikan serangkaian seminar yang mengharuskan peserta
duduk manis, walau sebagian dari kita ingin duduk di pinggir pantai sambil
meneteskan air mata (karena kelilipan, mungkin). Sampai persembahan kembang api
yang ternyata lebih mirip letupan balon. Yha~
But
at least we try, dear.
*Epilog*
Untuk
semua peserta Bazma Scholars Gathering 2018:
Yang tidak sengaja saya abaikan, saya tinggal pergi ketika
lagi sayang-sayangnya ngobrol, atau yang saya maintain tolong dalam
bentuk apapun. From my deepest heart, I’m
really sorry for those things.
I just
want to make the schedule running well, so you can enjoy every moment.
I just
want to make you feel my love happy.
And for
Bazma, as a subject:
Thank
you for everything you had been giving to me.
But to
make our relationship reciprocal, I have nothing to give to you.
Moreover,
I know nothing about you.
But
love.
*Yes, I
do love you, as best as I can.
Your
truly,
Rintis
Yang
mencintai kamu sebegitunya.
Uwuw sekaliiih ♡
BalasHapusUwuw sekaliiih ♡
BalasHapus