“Bukanlah laki-laki
yang hendak kami lawan, melainkan pendapat kolot dan adat usang.” (R.A.
Kartini)
Saya
adalah satu dari sekian orang yang masih meyakini bahwa perempuan dan laki-laki
memang tak sama. Perempuan dan laki-laki diciptakan sedemikian rupa oleh Allah dengan
segala perbedaan. Baik dari fisik maupun psikis, jelas berbeda. Perbedaan itu
yang membuat perempuan dan laki-laki memiliki peranan yang berbeda di
masyarakat. Perbedaan ini yang kemudian membentuk sistem sosial tertentu di
masyarakat, termasuk patriarki.
Patriarki
adalah bentuk sistem sosial yang menjadikan laki-laki memiliki berbagai hak istimewa
atas perempuan. Ia memiliki keistimewaan hak di berbagai ranah, mulai dari
lingkup sosial terkecil yakni keluarga maupun pada konteks yang lebih besar
seperti keistimewaan pada partisipasi politik. Seperti, lebih diutamakan dalam
pemilihan kepala organisasi, diutamakan untuk mengenyam pendidikan, dan
sebagainya. Sistem ini menyiratkan bahwa kedudukan perempuan berada di bawah
laki-laki.
Lalu apakah benar
bahwa yang diperjuangkan Kartini adalah kesetaraan kedudukan?
Bahwa perempuan
memiliki derajat yang sama dengan laki-laki?
Sebagian
membenarkan, sebagian tidak. Saya, adalah yang kedua. Menurut hemat saya,
perjuangan Kartini adalah agar perempuan mendapatkan akses atau fasilitas yang
sama, khususnya dalam pendidikan. Agar perempuan bebas dari belenggu dapur,
kasur, dan sumur. Kodrat yang diwariskan oleh budaya kepada perempuan kala itu.
Bahwa garis hidup perempuan tidak lain adalah menjadi seorang istri yang
mengabdikan diri pada suami. Layaknya seorang abdi, ia harus patuh pada
perintah baik dan buruknya suami. Tak cukup harus mengabdi siang dan malam pada
suami, ia juga harus rela dimadu. Gelap sudah kehidupan perempuan zaman itu. Tidak
ada cahaya yang datang dari ilmu pengetahuan. Seperti yang pernah Kartini katakan,
“Kita harus membuat
sejarah. Kita mesti menentukan masa depan yang sesuai dengan keperluan sebagai
kaum perempuan dan harus mendapatkan pendidikan yang cukup seperti kaum
laki-laki.”
Bahwa
dengan mendapatkan pendidikan yang cukup, kaum perempuan bisa menentukan
keperluannya sebagai kaum perempuan. Artinya,
kaum perempuan dan laki-laki memanglah berbeda. Ada keperluan kaum laki-laki dan
ada keperluan kaum perempuan. Perbedaan keperluan itu tak lepas dari perbedaan
karakteristik yang dimiliki laki-laki dan perempuan.
Perbedaan
karakteristik yang pertama adalah fisik. Laki-laki diciptakan dengan perawakan
yang lebih kekar dan perempuan lebih lembut. Pada beberapa pekerjaan, laki-laki
lebih mumpuni untuk menyelesaikan pekerjaan dengan beban berat dan membutuhkan
kekuatan. Sedang perempuan lebih mumpuni untuk menyelesaikan pekerjaan dengan
ketekunan dan ketelitian tinggi. Memang, kesempatan bagi perempuan untuk
memiliki pekerjaan yang sama dengan laki-laki semakin terbuka. Tapi, apakah
dengan terbukanya kesempatan itu lantas menghapus perbedaan? Tidak. Buktinya?
Orang-orang yang bekerja di proyek bangunan didominasi laki-laki. Dominasi guru
PAUD atau TK adalah perempuan. Proyek bangunan membutuhkan kekuatan dan guru TK
membutuhkan kelembutan. Perempuan dan laki-laki memang tak sama, tapi kerja
sama. Contohnya? Ya mendirikan TK.
Perbedaan
karakteristik yang kedua adalah psikis.
Laki-laki diciptakan dengan kecenderungan lebih tegas, emosi lebih stabil, dan
lebih logis. Sedangkan perempuan diciptakan dengan kecenderungan lebih sensitif
perasaannya, lebih teliti dengan hal-hal detail, dan lebih banyak bicara.
Ketegasan, kestabilan emosi, dan ketajaman logika membuat banyak laki-laki yang
menduduki jabatan sebagai pembuat keputusan atau pemegang kendali. Kepekaan
perasaan, ketelitian, dan kehangatan membuat banyak perempuan yang berperan
sebagai pengerat hubungan di kelompok. Baik pada konteks besar seperti
perusahaan maupun lingkup kecil seperti keluarga. Perempuan dan laki-laki
memang tak sama, tapi kerja sama. Contohnya? Ya membangun rumah tangga.
Emansipasi
yang diperjuangkan Kartini bukanlah bentuk kebencian atau perlawanan terhadap
laki-laki. Tapi untuk mendobrak tradisi yang kolot dan usang; bahwa perempuan
ditakdirkan untuk menjadi istri yang melayani suami di kasur, sumur, dan dapur.
Dengan perbedaan karakteristik yang dimiliki perempuan, tak selayaknya ia hanya
mengurusi hal tersebut. Perempuan berhak atas jalan hidup yang lebih dari itu.
Perempuan dan laki-laki memang tak sama, tapi bisa kerja sama.
Tidak ada komentar