Bu Nicke & Helicopter View

 

Powerful women empower other women.

            Helicopter view adalah cara pandang melihat suatu sistem atau permasalahan dari berbagai sisi. Itu adalah ilmu baru yang saya dapatkan ketika menjadi moderator dari The Most Powerful Women International, Ibu Nicke Widyawati pada Mei 2018 lalu. Saya memandu talkshow dengan narasumber Bu Nicke di hadapan teman-teman Scholars Bazma Pertamina dan juga segenap Bapak/Ibu dari Pertamina yang hadir. Sepulang dari talkshow, saya mencari tahu lebih banyak tentang apa-apa yang dikatakan oleh Bu Nicke. Helicopter view adalah dua kata yang mengubah hidup saya hingga sekarang.

-

           Sebagai manusia, kita memiliki keterbatasan dalam mencerna informasi. Keterbatasan ini membuat pengetahuan yang tercipta dalam otak kita menjadi kurang komprehensif. Apalagi, kita punya banyak urusan yang mesti diselesaikan dalam 24 jam setiap harinya. Karena itu, kita lebih mudah melihat suatu permasalahan dari satu sudut pandang saja. Akibatnya keputusan yang diambil kurang obyektif, sehingga bisa jadi tidak menyelesaikan akar masalah. Sebab masih banyak aspek lain yang terabaikan dalam proses pengambilan keputusan.

 

Lalu bagaimana caranya untuk membiasakan berlatih berpikir dengan helicopter view?


            Saya memulai petualangan belajar tentang helicopter view ini dengan mencari tahu bagaimana otak bekerja dan apa-apa yang memengaruhinya. Kebetulan jagad raya ini mengantarkan saya pada Daniel Kahneman, dalam bukunya Thinking, Fast & Slow. Beliau adalah psikologi Amerika Serikat, yang membuat saya sebagai mahasiswa psikologi merasa percaya dengan ilmu yang dituangkannya dalam buku tersebut. Ide pokok dari buku tersebut adalah bahwa manusia memiliki 2 sistem berpikir. Sistem 1 adalah pemikiran yang muncul sesaat setelah kita mendapat informasi (saya menyebutnya sebagai ‘pemikiran 5 detik pertama’). Sistem 2 adalah pemikiran yang muncul ketika kita sudah mengambil jeda, untuk mempertimbangkan kembali informasi tersebut.

 

           Oleh karena kita memiliki 24 jam yang digunakan untuk mengurus banyak hal, kita punya kecenderungan awal untuk menggunakan sistem 1. Tapi, pemikiran dari sistem 1 ini terbukti tidak obyektif, jadi merugikan manusia karena keliru dalam bertindak. Maka, ilmuwan menekankan pentingnya skeptis dan memiliki keterampilan berpikir kritis. Berpikir kritis adalah mengevaluasi setiap informasi yang diterima dengan hati-hati. Skeptis adalah mempertanyakan lagi informasi yang didapat, “Ah masa sih?”

 

Dalam hemat saya, menjadi skeptis dan berpikir kritis adalah cara yang bisa kita lakukan untuk membiasakan berpikir menggunakan sistem 2: sistem berpikir yang penuh pertimbangan.

 

1.     Kita bisa berlatih untuk bertanya pada diri sendiri, “Ah masa sih?”

 

Mengapa penting untuk berlatih ini?

 

        Sebab otak kita itu sangat rentan terkena ilusi dan terpengaruh oleh alam bawah sadar. Jangan percaya apa yang dikatakan otak 5 detik pertama setelah membaca suatu informasi. Itu adalah jebakan batman, karena pikiran 5 detik pertama itu sangat dipengaruhi oleh alam bawah sadar. Memang di alam bawah sadar isinya apa saja? Buanyak. Contohnya adalah stereotip, prasangka, priming (informasi sebelumnya yang kita terima, lalu memengaruhi perasaan kita, kemudian masuk ke alam bawah sadar), dan lain-lain sampai soal selera (selera adalah hal yang tidak bisa didebat, karena dasarnya suka-suka saja tanpa pertimbangan rasional). 

 

        Agar tidak terjebak, kita perlu check & recheck dari sumber yang berbeda dan terpercaya. Untuk memverifikasi kebenaran suatu informasi dan juga untuk membandingkan satu sumber dan lainnya. Sebab, tidak ada informasi yang 100% netral, karena fakta/suatu kejadian yang sebenarnya tidak biasa ngomong sendiri. Kita bisa tahu suatu informasi ya karena ditulis/diceritakan oleh manusia. Manusia melakukan framing atau membentuk informasi sedemikian rupa tergantung posisi yang bersangkutan. Ada hal yang dipentingkan, dan ada aspek yang sengaja diabaikan.

 

2.     Evaluasi dan elaborasi informasi yang diterima.

 

        Pikiran manusia itu sangat mudah terkecoh dan terpengaruh oleh hal-hal yang seringkali tidak disadari. Ada banyak sekali kekeliruan bernalar yang tidak disadari sehingga kesimpulan yang muncul jadi keliru. Premisnya apa, tapi kesimpulannya kemana. Logika matematika soal premis-premis itu, membantu kita untuk menarik kesimpulan yang sesuai, biar tidak terkena tipu daya kesesatan berpikir. Selain belajar mengevaluasi pemikiran sendiri, perlu juga untuk mengembangkan informasi yang didapat dengan pembahasan terkait. Wabah Covid-19 contoh saja, tentu tidak bisa dibahas hanya dari aspek kesehatan semata, melainkan multifaktor.

 

Lalu pertanyaan selanjutnya, apa sih untungnya berpikir dengan helicopter view?

 

        Selain keputusan yang diambil memang berdasarkan informasi yang komprehensif, juga agar kita bisa mengajak orang lain untuk bersama-sama mencapai tujuan. Orang lain mau membantu kita mencapai tujuan jika mereka merasa dipentingkan. Terlebih jika kita terus berlatih untuk menggunakan sistem 2 dalam berpikir. Manfaatnya adalah kita bisa menciptakan kredibilitas yang baik. Kredibilitas dibangun karena dua hal:

 

1. Keahlian

Dengan kita mampu mengajak orang lain untuk kerja sama mencapai tujuan, KPI pekerjaan kita menjadi bagus. Kita dianggap kompeten, mampu, dan efektif dalam bekerja.

 

2. Keterpercayaan

Dengan kita berbicara sesuai fakta, benar adanya, menjunjung etika, dan penuh pertimbangan, orang lain akhirnya bisa menaruh kepercayaan pada diri kita. Maka dari itu, menurut saya tidak menjadi soal jika kita menolak untuk berbicara mengenai hal-hal yang memang kita tidak paham betul. Yang penting, apa-apa yang kita ucapkan bisa dipertanggungjawabkan.


-


        Refleksi pembelajaran saya mengenai helicopter view mengantarkan saya pada petualangan diri yang tidak mudah. Harus mengevaluasi pemikiran sendiri, mengikis kecenderungan/preferensi pribadi, juga harus belajar banyak hal. Tapi sebagaimana kata Nietzsche, what doesn’t kill you, makes you stronger.

 

        Helicopter view yang disampaikan Bu Nicke 2 tahun lalu membuat saya merasa lebih berdaya karena harus belajar banyak hal. Jadi, tidak heran mengapa Bu Nicke terpilih sebagai salah satu wanita dalam daftar Most Powerful Women International 2020. Sebab:

 

Powerful women empower other women. Just like Bu Nicke empowers me.

 

 

Tidak ada komentar