Pagi ini, di Twitter lagi ribut soal pernyataan dr. Tompi mengenai film yang ia buat, Selesai. Aku tidak tertarik untuk menonton, juga tidak akan mengulasnya hanya dari review orang. Apalagi memang yang menjadi bahan ribut-ribut bukan hanya soal filmnya, tetapi lebih banyak soal pernyataannya. Dia menyebut bahwa tidak ada laki-laki yang tahan godaan jika berhadapan dengan perempuan telanjang. Pernyataan serupa pernah disebut Darto dalam tweetnya, yang ternyata memang dia penulis skenario film Selesai.
Yo pantes.
Dulu dia pernah berkomentar atas kasus korupsi Juliari mantan Mensos. Dia bilang bahwa kasus korupsi tersebut bisa diibaratkan seperti disodorin Gal Gadot telanjang di depan mata. Siapa yang tidak gentar, katanya. Lalu, ada sebuah reaksi yang menarik dari Bang Darius Sinathrya.
Kembali ke pernyataan dr. Tompi yang senada dengan tweet Darto itu. Pernyataan tersebut jelas saja menuai banyak reaksi publik, utamanya perempuan. Harus sampai kapan seksualitas perempuan diobyektifikasi?
Katakanlah tubuh kami memang indah. Tapi apakah kami hanya seonggok daging semata? Tidakkah kami-kami ini memiliki intelektualitas, martabat, dan hati nurani? Tidakkah kami-kami ini, perempuan, memiliki jiwa? Yang dengannya kami juga memiliki kehendak dan semestinya juga dihargai. Dan kami, jelas tidak berkehendak menjadi obyek yang dilecehkan.
Katakanlah tubuh kami memang indah. Tapi apakah otomatis memberi laki-laki hak untuk melecehkan kami? Apalagi jika jelas-jelas, kami sama sekali tidak telanjang menghampiri mereka. Apalagi jika jelas-jelas, semua gambaran erotis itu hanyalah imajinasi laki-laki saja.
Bahkan ketika kami tidak melakukan apa-apa.
Mengapa kami yang disalahkan atas pikiran kotor laki-laki?
Aku punya seorang kenalan. Kami kenal sudah lama, tapi tidak betul-betul berteman. Seringkali, setelah dia melihat fotoku di media sosial, dia berkomentar:
"Aduh, bibirnya."
"Coba sekali-kali jangan pakai baju hitam, aku pengen liat."
Ugh.
Mual rasanya.
Hanya karena aku punya bibir tebal dan mungkin menarik baginya, bukan berarti dia berhak untuk berkomentar tidak pantas atas bibirku. Terbesit sesuatu di detik pertama setelah melihat fotoku, mungkin reaksi alamiah laki-laki. Mungkin. Tetapi lima detik kemudian, rasanya manusia bisa mengendalikan pikiran dan perasaannya. Akan menjadi salah jika dia membiarkan pikiran liarnya menguasai, lalu muncul gairah yang tidak seharusnya, dan membuat dia terdorong melakukan aksi yang merugikan orang lain.
Bukan salah kami jika memiliki tubuh yang indah bagi laki-laki. Apalagi jika kami tidak betul-betul menjualnya. Juga bukan salah manusia yang memang pada dasarnya memiliki gairah seksual. Tetapi menjadi salah jika gairah tersebut berubah menjadi perbuatan yang melecehkan karena tidak disalurkan pada orang yang tepat dan semestinya.
Pola pikir yang mendewakan keindahan tubuh inilah yang nampaknya menjadi cikal bakal perselingkuhan atau perceraian karena alasan istrinya tidak menarik lagi. Tanpa berpikir mendalam dan bertanya pada hati nurani, apakah nilai perempuan hanya berdasarkan keindahan tubuh semata?
Come on, we are not just human flesh.
Tidak ada komentar