Kesempatan



Kalau aku bisa menukarkan poin kehidupanku untuk satu hal, barangkali aku akan menukarkannya dengan kesempatan. Kesempatan untuk bertemu denganmu, sekali lagi.

 

Barangkali pertemuan pertama kita (dan mungkin menjadi yang terakhir kali) itu adalah momen yang setengah direncanakan. Aku mengajukan untuk menghadirkanmu, lalu kamu menyambutnya. Barangkali itu hanyalah pucuk gunung es saja. Kamu hanya tahu pucuknya, tapi tidak dengan apa yang mengakar ke dalam.

 

Ada yang bilang bahwa love gives you courage. Aku rasa-rasa, bisa jadi benar. Bisa juga tidak. Benar bahwa aku menjadi berani, entah keberanian itu datang dari mana. Berani-beraninya follow dan mengirimimu pesan yang sangat tidak penting. Aku tahu aku tidak seharusnya melakukan semua itu. Tetapi ya rasanya aku seperti ingin batuk: seberapapun aku berusaha kuat menahan agar tidak batuk, nyatanya batuk juga.

 

Aku masih ingat kamu yang masih ramah menanggapi stranger sepertiku yang ujug-ujug mengirimkan direct message. Kamu bilang bahwa lingkungan kita memang membutuhkan lingkaran inspirasi for good. Lalu berlanjut dengan adanya reaksi kamu atas tulisan singkat aku di Intagram Stories. Hanya dengan melihat kamu memberi reaksi saja jantungku sudah mau copot. Deg-degan parah dan otak langsung kosong. Astaga, berlebihan sekali reaksi hatiku. I hate to accept this fact.

 

Aku tidak tahu mengapa kamu semakin dingin, tidak ramah lagi. Kapanpun aku mengingat kenyataan ini, mataku memanas. Aku berusaha menahan kesedihan agar tidak tumpah ruah, dan membawanya berlari dengan kegiatanku yang lain. Tetapi ya bagaimana, kesedihan itu tetap mengetuk pintu hatiku. Meski ditahan, ia tidak pergi jua.

 

Aku kadang berpikir, mengapa kesempatan itu mahal sekali harganya. 

Aku juga sering merasa bahwa aku seburuk itu sampai kamu pun enggan untuk santai denganku atau berbasa basi menanggapi apa yang aku sampaikan sesekali. 

 

Entahlah.

Barangkali memang kesempatan itu tidak akan pernah ada.

 

Tidak ada komentar