Izinkan Aku


Pertama-tama, tolong jangan hakimi aku yang ingin bersedih.

Bukan, bukan inginku untuk sengaja bersedih. Hanya saja, air mata itu keluar dengan sendirinya. Dan aku, butuh waktu untuk memeluk semua kesedihanku.

 

Beberapa waktu lalu, aku kecewa dengan teman baikku yang masih saja tidak move on. Dia berkali-kali cerita tentang kekecewaannya dan kemarahannya pada dunia, juga kesedihannya. Dia merasa kecewa karena dirinya tidak dipertimbangkan sama sekali. Tidak perlu dipertimbangkan sekarang, nanti juga boleh katanya. Tetapi faktanya, pria yang ada dalam hatinya itu, tidak mempertimbangkannya baik kini maupun nanti.

 

Aku tidak suka melihat dia terpuruk begitu, jadi aku marah padanya. Aku percaya bahwa dunia tidak sekejam itu akan meninggalkan seseorang yang penuh cinta seperti dirinya, sendirian. Aku percaya itu, kemarin-kemarin.

 

Sampai aku merasakannya sendiri.

 

Memang aku tidak marah pada kehidupan ini. Tidak. Jika kemarin aku merasa sedih dan sedikit kecewa, sekarang aku mulai merasa malu. Aku malu sekali. Aku terlalu malu hingga aku mulai menyesali apa yang sudah terjadi. 

 

Aku malu karena mengetahui fakta bahwa ternyata aku bahkan tidak layak mendapatkan tanggapan atau apapun itu. Memang salahku juga yang bilang padanya bahwa dia tidak perlu menanggapi. Yang ternyata, betul-betul tidak ditanggapi.

 

Aku sedih karena mengetahui fakta bahwa ternyata aku bahkan tidak layak mendapatkan sebuah basa basi. Kalau saja dia tahu betapa besar keberanian yang aku butuhkan untuk menuliskan semua itu. Kalau saja dia tahu bahwa aku menulis karena hanya itu kesempatan yang aku punya, bukan karena meremehkan atau bermain-main atas itu. 

 

Tetapi ya, hidupku adalah tanggung jawabku sendiri. 

Setidaknya aku tidak marah pada siapapun. Aku hanya malu dan sedih saja. Dan izinkan aku untuk memeluk semua perasaan ini. 

 

Beberapa waktu, aku sempat merasa menyesal. Antara menyesal dan tidak sebetulnya. Menyesal karena aku merasa telah mempermalukan diriku sendiri. Meskipun aku tidak merasa melakukan kejahatan. Tapi menghadapi kenyataan bahwa aku tidak mendapat tanggapan apapun, tentu aku malu. Malu sekali rasanya. Kalau saja aku tidak mengatakan padanya, dan hanya kusampaikan pada Tuhan saja, mungkin aku tidak sesedih dan semalu ini. 

Tapi aku juga tidak menyesal karena dia memang pantas mendapat semua hal baik dalam hidup ini. Termasuk semua yang aku tulis. Termasuk semua yang bisa aku lakukan, jika kesempatan itu ada. Dia layak untuk mendapatkan semua cinta dari dunia ini. Baik dari orang yang ia inginkan, juga dari orang yang tidak dikehendaki sepertiku. Ya, dia layak.

 

Tidak apa-apa, Rapunzel.

Dunia memang bekerja dengan cara seperti ini. 

 

Untuk teman-teman yang membaca ini, jangan salahkan dia. Dia bukan orang yang buruk. Melihat dia melakukan banyak hal untuk sahabatnya, aku percaya bahwa dia orang yang baik. Apalagi melihat dia semanis itu bersama ibunya. Orang boleh saja menganggap itu sebagai pencitraan dan sebagainya, tapi aku juga boleh kan untuk mempercayainya?

 

Setidaknya aku tahu sekarang harus bagaimana.

Aku tidak menyesal karena pernah mengungkapkan semuanya. Hanya saja, mulai sekarang ini, nampaknya cukup menjadi urusanku dan Allah saja. Biar Tuhan saja yang tahu. Dan aku harap, Tuhan juga berkenan melindunginya serta melimpahkan apa-apa yang baik untuknya. Aku tidak perlu mempermalukan diriku sendiri untuk kedua kali.

 

Tidak apa-apa, Rapunzel.

Allah, Tuhan sekalian alam, tidak akan sejahat itu untuk meninggalkanku sendirian.

Jadi, sekali lagi, tolong jangan hakimi aku yang butuh waktu untuk menerima kesedihan-kesedihanku ini. Sedih ketika tahu bahwa aku tidak layak mendapat sebuah tanggapan.

Tapi nampaknya, ke depan aku jauh lebih tidak sanggup untuk menerima ucapan apapun darinya sih. Segala bentuk apresiasi dan apapun itu, tetap terasa menyesakkan dada. 

 

Anyway, terima kasih sudah berkenan membaca. Semoga jadi pengingat untuk kita semua bahwa jatuh cinta memang tidak pernah mudah. Seberhati-hati apapun, akan tetap jatuh juga. 

Tidak ada komentar